Sabtu, 02 Oktober 2010

Kisah Nahas Sopir di Tengah Tawuran Ampera

TEMPO Interaktif, Jakarta - Tubuh Syaifuddin penuh luka bacokan dan tangan kirinya terpenggal. Jasadnya ditemukan di depan kantor PT Medco, sekitar 1 kilometer dari kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera. Busnya hancur dirusak massa.

Berbeda dengan hari-hari biasa, Kopaja 608 rute Blok M-Tanah Abang yang dikemudikannya disewa sekelompok orang pada Rabu siang lalu bersama dua bus lain. Mereka beriringan menuju kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia tak tahu tujuan para penyewa.

Tapi hidupnya berakhir di sana. Pria 49 tahun kelahiran Medan, Sumatera Utara, pada 14 Juli 1962, itu terjebak dalam tawuran sadistis dua kelompok massa, salah satunya yang menyewa busnya. "Dia lari ke arah Cilandak dikejar lima orang membawa golok," ujar Karyana, petugas keamanan gedung pertemuan Ampera, di seberang Medco. Syaifuddin terjatuh, lalu dikeroyok. "Kejadiannya sangat cepat."

Syaifuddin meninggalkan seorang istri dan tiga putri. Kemarin sekitar pukul 19.47 WIB, jenazahnya dibawa dari Rumah Sakit Polri R. Soekanto, Kramatjati, Jakarta Timur, ke rumah duka, Jalan Thamrin RT 3 RW 1, Kecamatan Pinang, Kebon Nanas, Tangerang. "Malam ini juga akan kami makamkan," kata sepupu almarhum, Muhammad Daya.

Adapun korban tewas Agustinus Tomasoa, 48 tahun, dan Frederik Pilo Let Let, 23 tahun, satu kubu dengan M. Sholeh, penjaga Blowfish, kelahiran Bengkulu, yang tewas dalam perkelahian di klub di Gatot Subroto, Jakarta Selatan, 4 April lalu itu. "Dulu kami diserang sehingga Sholeh tewas, sekarang kami diserang lagi sehingga Agustinus dan Frederick tewas," kata rekan korban di Rumah Sakit Medistra, Jalan Gatot Subroto, sambil menampik dikutip namanya.

Kelompok Sholeh menguasai pengadilan sejak pagi. Mereka ingin menghadiri sidang terdakwa Bernadus Melala dan Kanor Lolo, terdakwa pembunuh Sholeh dan yang melukai dua orang lainnya. Tapi, sekitar pukul 12.20 WIB, kubu Bernadus datang menumpang tiga bus Kopaja dari arah Cilandak. Rabu pekan lalu, kubu Sholeh menghajar para terdakwa ketika berjalan menuju ruang sidang.

Agustinus tewas dengan luka bacok dan tembakan di depan meja kasir toko sepatu Larici, 1 kilometer dari pengadilan ke arah Cilandak. Sebelumnya, korban dan dua temannya dikejar massa lawan ke Larici, yang juga membuka usaha laundry.

Mellisa Gilbert, 22 tahun, putri sulung Agustinus, mengatakan ayahnya, yang bekerja sebagai penagih utang, berangkat kerja pukul 06.00. "Dia enggak bilang apa-apa. Motornya diparkir di Asrama Batalion Siliwangi, Cililitan," ujarnya Rabu lalu. Warga Kramatjati ini meninggalkan seorang istri dan empat anak, salah satunya di Ambon.

Sedangkan Frederik dibunuh di depan rumah makan Bakmi Ampera, 100 meter sebelah selatan pengadilan. Kepalanya hancur dan tertembus panah. "Tiba-tiba saja kedua kelompok berkelahi, saling bacok," kata Ade, pegawai Bakmi Ampera. Jenazah Frederik akan dikebumikan di Tual, Maluku. Jenazah keduanya tadi malam dipindahkan dari RS Polri ke RS Sint Carolus, Jalan Salemba Raya.


Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/10/01/brk,20101001-281814,id.html

2 komentar:

  1. kejadian tersebut seharusnya tidak terjadi apabila kita sebagai manusia mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi. bagaimana bisa seorang supir bus menjadi korban pembunuhan, sedangkan dia sendiri tak tahu apa permasalahannya. sungguh sangat sadis pelaku pembunuhan tersebut, orang yang tidak bersalah menjadi korban hanya karena emosi sesaat. tidak kah mereka para pelaku berfikir apa saja dampak yang terjadi atas perbuatan mereka. masyarakat sekitar pun sangat terganggu keamanannya. banyak sudah pihak yang dirugikan akibat perbuatan mereka. maka kita sebagai generasi penerus bangsa patut mengambil hikmah dari kejadian ini. bahwa segala sesuatu harus diselesaikan dengan kepala dingin, tidak dengan emosi yang membabi buta...

    BalasHapus
  2. hhmmm,..
    Semua terjadi karena Emosi jiwa tak sanggup tuk dikendali..
    hendaknya dari peristiwa ini kita belajar bahwa Ketaksanggupan kita tuk mengontrol emosi Jiwa bisa berdampak Negatif bagi sesama kita tentunya..

    BalasHapus