dsunting dari : Syah Khomeini D Fery Harahap
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk mencari laba. Hal ini berlaku untuk semua jenis perusahaan baik perusahaan dagang, manufaktur maupun jasa. Untuk perusahaan jasa misalnya, salah satu usaha untuk mendapatkan laba adalah dengan mengiventasikan dana menganggur dengan tujuan dapat mendatangkan laba pada masa yang akan datang.
Untuk memutuskan sebuah putusan investasi diperlukan pertimbangan yang masak sebelum investasi tersebut dilakukan, karena pada umumnya investasi membutuhkan dana yang relatif besar, dan keterikatan dana tersebut dalam jangka waktu yang relatif panjang, serta mengandung resiko.
Investasi dapat dilakukan dalam bentuk penggantian aktiva tetap, penambahan jumlah mesin, pembukaan pabrik baru, dan sebagainya. Keputusan investasi ini merupakan keputusan yang dibuat pada masa sekarang namun manfaatnya baru akan dirasakan pada masa yang akan datang.
Untuk memutuskan perlu tidaknya perusahaan mengiventasikan dana yang dimiliki, pihak manajemen perusahaan perlu mengadakan penilaian terhadap usulan investasi yang diajukan. Ada berbagai macam motode penilaian investasi yang dapat digunakan dan tiap-tiap metode mempunyai kebaikan dan kelemahan masing-masing.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penulisan ilmiah ini penulis mengambil judul “ANALISIS PENILAIAN INVESTASI PADA PT. IKHOYAMO BROS”.
1.2 Rumusan Masalah
Seperti telah diuraikan dalam latar belakang diatas, keputusan investasi merupakan keputusan yang dibuat pada masa sekarang dan hasilnya akan diterima pada masa yang akan datang, sehingga keputusan ini harus dilakukan secara hati-hati agar perusahaan bisa mendapatkan keuntungan dan terhindar dari kemungkinan kerugian yang akan terjadi. Oleh karena itu yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apakah keputusan yang diambil oleh perusahaan dalam kegiatan investasi merupakan keputusan yang tepat ?.
1.3 Batasan Masalah
Sebagaimana kita ketahui, banyak sekali metode penilaian yang dapat digunakan untuk menilai usulan-usulan investasi. Oleh karena itu dalam penulisan ini penulis membatasi pada penentuan investasi terhadap sebuah kapal barang dengan menggunakan metode net present value, internal rate of return, metode payback period dan Acounting rate of return pada PT.Ikhoyamo Bros.
1.4 Tujuan penulisan
Yang menjadi tujuan penulisan ini adalah :
Untuk mengetahui peranan metode-metode penilaian investasi dalam pengambilan keputusan investasi dan untuk mengetahui apakah keputusan yang diambil perusahaan dalam pembelian kapal diterima atau tidak .
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam menyusun penulisan ini, penulis memperoleh data-data yang diperlukan dengan menggunakan 2 macam penulisan, yaitu :
1. Penelitian Lapangan (Field Study)
Yaitu data yang diperoleh dengan melakukan kunjungan ke perusahaan
dalam rangka memperoleh data yang dibutuhkan.
2. Studi Pustaka (Library Study)
Yaitu dengan mempelajari teori teori yang relevan dari berbagai bahan acuan pembahasan yang berhubungan dengan metode penilaian Investasi.
1.6 Sistematika penulisan
Dalam menyusun penulisan ilmiah ini, penulis menyusunnya secara sistematis ke dalam lima bab, yaitu :
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, batasan masalah, tujuan penulisan, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Dalam bab ini berisi mengenai pengertian investasi, jenis investasi, pengertian aktiva tetap berwujud, pengertian cash and flow, pengaruh pajak penghasilan terhadap keputusan investasi.
BAB III Gambaran Umum Perusahaan
Dalam bab ini berisi mengenai sejarah singkat perusahaan, kegiatan usaha dan struktur organisasi perusahaan.
BAB IV Pembahasan dan Analisis
Dalam bab ini berisi mengenai perhitungan investasi berdasarkan kedua metode prenilaian investasi dan untuk menentukan keputusan yang harus diambil.
BAB V Penutup
Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dari hasil penjabaran bab terdahulu disertai saran-saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Investasi
Keputusan investasi merupakan keputusan yang dibuat pada masa sekarang namun manfaatnya baru akan dirasakan pada masa yang akan datang, sehingga keputusan ini harus dilaksanakan secara hati-hati.
Menurut Mulyadi (1993:284), investasi adalah:“Pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba yang akan datang”
Sedangkan menurut Mas’ud Machfoedz (1990:54), investasi adalah:“Investasi (pada barang modal) adalah penanaman uang atau aktiva lancar lain kedalam aktiva jangka panjang atau barang modal untuk kemudian dioperasikan dengan tujuan memperoleh keuntungan”
Jadi berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi adalah usaha untuk menanamkan uang kedalam aktiva jangka panjang dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.
2.2 Jenis Investasi
Menurut Mulyadi, investasi dapat dibagi menjadi empat golongan berikut ini:
2.2.1. Investasi uang tidak menghasilkan laba (non-profit investment)
Investasi jenis ini timbul karena adanya peraturan pemerintah atau karena syarat- syarat kontrak yang telah disetujui, yang mewajibkan perusahaan untuk melaksanakannya tanpa mempertimbangkan laba atau rugi. Misalnya karena air limbah yang telah digunakan proses produksi jika dialirkan keluar pabrik akan mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan, maka pemerintah mewajibkan perusahaan untuk memasang instalasi pembersih air limbah, sebelum air tersebut dibuang keluar pabrik. Karena sifatnya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan maka investasi jenis ini tidak memerlukan pertimbangan ekonomis sebagai kriteria untuk mengukur perlu tidaknya pengeluaran tersebut.
2.2.2 Investasi yang tidak dapat diukur labanya (non-measurable provite investment)
Investasi ini dimaksudkan untuk menaikkan laba, namun laba yang diharapkan akan diperoleh perusahaan dengan adanya investasi ini sulit untuk dihitung secara teliti. Sebagai contoh adalah pengeluaran biaya-biaya promosi produk untuk jangka panjang, biaya penelitian dan pengembangan, dan biaya program pelatihan dan pendidikan karyawan. Sulit untuk mengukur penghematan biaya (karena adanya efisien) akibat adanya program pelatihan dan pendidikan karyawan.
2.2.3 Investasi dalam penggantian ekuipmen (replacement investment)
Investasi jenis ini meliputi pengeluaran untuk penggantian mesin dan ekuipmen yang ada. Penggantian mesin dan ekuipmen biasanya dilakukan atas dasar pertimbangan adanya kenaikan produktivitas (pendapatan differensial) dengan adanya penggantian tersebut. Jika aktiva differensial berupa investasi dalam penggantian aktiva tetap akan menghasilkan kembalian investasi (return on investment) yang dikehendaki, yang berupa perbandingan antar penghematan biaya dengan investasi yang akan dilakukan, maka penggantian mesin dan ekuipmen secara ekonomis menguntungkan.
2.2.4 Investasi dalam perluasan usaha
Investasi jenis ini merupakan pengeluaran untuk menambah kapasitas produksi atau operasi menjadi lebih besar dari sebelumnya. Tambahan kapasitas akan memerlukan aktiva differensial berupa tambahan investasi dan akan menghasilkan pendapatan differensial, yang berupa tambahan pendapatan (revenues), serta memerlukan biaya differensial, yang berupa tambahan biaya karena tambahan kapasitas. Untuk memutuskan jenis investasi ini, yang perlu dipertimbangkan adalah apakah aktiva differensial yang diperlukan untuk perluasan usaha diperkirakan akan menghasilkan laba differensial ( yang merupakan selisih antara pendapatan differensial dan biaya differensial) yang jumlahnya memadai. Kriteria yang perlu di pertimbangkan adalah taksiran laba masa yang akan datang ( yang merupakan selisih pendapatan biaya) dan kembalian investasi ( return on investment ) yang akan di peroleh karena adanya investasi tersebut. Penting juga di pertimbangkan faktor resiko yang berbeda-beda untuk tiap-tiap investasi, pajak penghasilan , dan nilai waktu uang, karma ketiga faktor tersebut menentukan aliran kas ( cash flow) di massa yang akan datang .
2.3. Pengertian Aktiva tetap berwujud
Menurut Harnanto ( 1998: 501 ) , aktiva tetap berwujud adalah : “ Aktiva-aktiva yang memiliki bentuk fisik dan di pakai atau di gunakan di dalam operasi normal perusahaan seta mempunyai kegunaan relatip permaneen . “
Sedangkan menurut Mas ‘ ud Machfoedz ( 1990 : 57) , Aktiva tetap berwujud adalah : “ Kekayaan yang mempunyai nilai guna ekonomis jangka panjang dimiliki perusahan untuk menjalankan operasi guna menunjang perusahan dalam mencapai tujuan , dan dimiliki perusahan tidak untuk di jual kembali agar di peroleh laba atas penjualan tersebut “.
Didalam akuntansi , aktiva tetap berwujud di bedakan menjadi tiga golongan , yaitu :
1. Aktiva tetap yang umur atau massa kegunaanya tidak terbatas. Termasuk dalam kelompok aktiva ini adalah tanah yang di pakai sebagai tempat kedudukan bagunaan pabrik dan bagunaan kantor , Pertaniaan.
2. Aktiva tetap yang umur atau massa kegunaanya terbatas, dan dapat diganti dengan aktiva sejenis apabila massa kegunaannya telah berakhir. Termasuk dalam kelompok aktiva ini antara lain : bagunaan , mesin dan alat – alat pabrik, mebel dan alat- alat kantor, kendaran dan alat – alat transport, dsb.
3. Aktiva tetap yang umur atau masa kegunaanya terbatas, dan tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis apabila masa kegunaanya telah habis. Termasuk dalam kelompok ini misalnya sumber – sumber alam , sepaerti tambang, hutan , dan lain- lain.
2.4. Cash Flow
Cash flow (aliran kas) yang berasal dari kegiatan investasi adalah aliran kas dari transaksi pembelian dan penjualan sekuritas utang, sekuritas ekuitas, dan aktiva tetap. Ada dua macam aliran kas yaitu:
1. Aliran kas keluar (net outflow cash), yaitu aliran kas yang diperlukan
untuk investasi baru, aliran kas keluar dari kegiatan investasi seperti:
- Pembayaran pembelian investasi jangka panjang dalam bentuk obligasi atau sekuritas ekuitas perusahaan lain.
2. Aliran kas masuk (net inflow of cash) yaitu sebagai hasil dari investasi baru tersebut, yang sering pula disebut “net cost procceds atau procceds”. Aliran kas masuk kegiatan investasi:
- Penerimaan kas dari penjualan aktiva tetap
- Penjualan investasi jangka panjang dalam bentuk obligasi atau sekuitas ekuitas perusahaan lain.
Untuk pengambilan keputusan investasi sering kali jumlah menurut catatan akuntansi tidak begitu penting, karena didalam pengeluaran-pengeluaran untuk investasi yang berhubungan dengan pengantian aktiva tetap atau membandingkan dua atau lebih aktiva tetap yang akan dibeli memerlukan hitungan-hitungan khusus yang sering menyimpang dari perhitungan-perhitungan dalam akuntansi keuangan. Misalnya, dalam perhitungan pengembalian yang digunakan adalah proceed (laba akuntansi setelah pajak ditambah dengan biaya non kas) bukan laba akuntansi. Besarnya proceed dapat dirumuskan sebagai berikut :
Proceed = (1 – TP) (PD – BDT) + BDTT
Keterangan :
PD = Pendapatan diferensial
BDT = Biaya deferensial tunai
TP = Tarif pajak
BDTT = Biaya diferensial tidak tunai, misalnya biaya depresiasi
2.5. Pengaruh Pajak Penghasilan Terhadap Keputusan Investasi
Karena keputusan investasi didasarkan pada aliran kas, maka pajak atas laba (pajak penghasilan) merupakan unsur informasi penting yang ikut dipertimbangkan dalam perhitungan aliran kas untuk pengambilan keputusan investasi diperkirakan akan mengakibatkan penghematan biaya atau tambahan pendapatan, maka disisi lain biaya diferensial (penghematan biaya) atau pendapatan deferensial (tambahan pendapatan) pendapatan ini akan mengakibatkan timbulnya laba diferensial, yang menyebabkan tambahan pajak penghasilan yang akan dibayar oleh perusahaan. Oleh karena itu dalam memeperhitungkan aliran kas keluar dari investasi, perlu diperhitungkan pula tambahan atau pengurangan pajak yang harus dibayar akibat adanya penghematan biaya atau tambahan pendapatan tersebut. Begitu sebaliknya jika suatau usulan investasi diperkirakan akan mengakibatkan kerugian (biaya diferensial lebih besar dari pendapatan diferensial), maka dampak pajak penghasilan akibat kerugian tersebut harus diperhitungkan dalam taksiran aliran kas masuk dari investasi.
2.6. Metode Penilaian Investasi
Adanya berbagai metode untuk menilai perlu tidaknya suatu investasi atau untuk memilih berbagai macam alternatif investasi, diantaranya adalah :
1. Metode Payback Period
2. Metode Net Present Value
3. Metode IRR (Internal Rate Of Return)
4. Metode ARR (Accounting Rate Of Return)
Berikut ini akan dijelaskan tentang metode-metode penilaian investasi yang akan di bahas dalam penulisan ilmiah ini :
2.6.1 Metode Payback Period
Menurut Bambang Rianto (1995;124), Payback Period adalah “Suatu periode yang diperlukan untuk dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan proceeds atau aliran kas netto (net cash flows)”.
Metode ini sering pula disebut dengan istilah lain seperti payout method. Payback period dari suatu investasi menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam pada suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Faktor yang menentukan penerimaan atau penolakan usulan investasi adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menutup kembali investasi.
Rumus perhitungan payback period (dalam tahun) dapat dibagi menjadi dua kelompok :
1. Rumus perhitungan payback period yang belum memperhitungkan unsur pajak penghasilan.
Payback Period (dalam tahun) = Investasi
Laba tunai rata-rata
Pembilang yang berupa investasi merupakan aktiva diferensial yang direncanakan dalam usulan investasi perluasan usaha, dan penyebut yang berupa laba tunai merupakan pendapatan diferensial dikurangi dengan biaya diferensial tunai.
2. Rumus perhitungan payback period yang memperhitungakan unsur pajak penghasilan.
Payback period (dalam tahun) = Investasi
Proceed
Kriteria pemilihan investasi dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
Apabila payback period dari suatu investasi lebih kecil / pendek dari periode payback maksimum, maka usulan investasi tersebut diterima. Sebaliknya kalau payback periodnya lebih panjang dari pada periode maksimum maka usulan investasi ditolak.
Kebaikan Payback Period
1. Untuk investasi yang besar resikonya dan sulit untuk diperkirakan, maka tes dengan metode ini dapat mengetahui jangka waktu yang diperlukan untuk pengambilan investasi.
2. Metode ini dapat digunakan untuk menilai dua proyek investasi yang mempunyai rate of return dan resiko yang sama, sehingga dapat dipilih investasi yang jangka waktu pengambilannya paling cepat.
3. Metode ini merupakan alat yang sederhana untuk memilih usul-usul investasi sebelum meningkat ke penilaian lebih lanjut dengan mempertimbangkan kemampuan investasi untuk menghasilkan laba seperti dalam prent value dan discounted cash flow method.
Kelemahan Payback Period
1. Metode ini tidak memperhitungkan nilai waktu uang. Uang yang diterima sekarang lebih berharga jika dibandingkan dengan uang yang akan diterima setahun lagi, karena adanya kesempatan untuk memutarkan uang tersebut untuk memperoleh kembali (retun)dalam usaha bisnis.
2. Metode ini tidak memperlihatkan pendapatan selanjutnya setelah investasi pokok kembali. Bagaimanapun juga aliran kas sesudah payback period merupakan faktor yang menentukan dalam menghitung kemampuan suatu investasi untuk menghasilkan laba.
2.6.2 Metode Net Present Value
Menurut metode ini, penerimaan kas (cash inflows) pada masa yang akan datang selama investasi berlangsung, dihitung bedasarkan nilai sekarang. Besarnya selisih antara pendapatan diferensial dengan biaya diferensial serta dampak pajak penghasilan sebagai akibat dari adanya pendapatan diferensial dan biaya diferensial selama umur ekonomis aktiva tetap tersebut, kemudian dinilai tunaikan dengan tariff kembalian tertentu.
NT = AK 1
(1 + I) n
Keterangan :
NT = Nilai tunai
AK = Aliran kas
I = Tarif kembalian investasi
n = Jangka waktu
Faktor 1 / (1 + I) n tercantum dalam suatu daftar bunga yang dibuat untuk berbagai tariff kembalian dan jangka waktu.
Kriteria pemilihan investasi dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
Suatu usulan investasi akan diterima, jika nilai sekarang dari cash inflows lebih besar dari nilai sekarang cash out flows-nya. Dengan demikian, usulan investasi dinilai layak untuk dilaksanakan, jika nilai sekarang aliran kasnya positif.
Kebaikan metode Net Present Value
1. Metode ini memperhitungkan nilai waktu uang
2. Dalam present value method semua aliran kas selama umur proyek investasi diperhitungkan dalam pengambilan keputusan investasi
Kelemahan metode Net Present Value
1. Membutuhkan perhitungan yang cermat dalam menentukan tariff kembalian investasi
2. Dalam membandingkan dua proyek investasi yang tidak sama jumlah investasi yang ditanamkan di dalamnya, nilai tunai aliran kas bersih dalam rupiah tidak dapat dipakai sebagai pedoman
2.6.3 Metode IRR (Internal Rate of Return)
Metode Internal Rate of Return (IRR) sering disebut juga Discounted Cash Flow (DCF). Pada dasarnya Internal Rate of Return Method sama dengan Present Value Method, karena kedua-duanya memperhitungkan nilai waktu uang dimasa yang akan datang. Perbedaannya adalah dalam Present Value Method tarif kembalian (rate of return) sudah ditentukan lebih dahulu sebagai tarif kembalian. Sedangkan dalam Discounted Cash Flow Method justru tarif kembalian ini yang dihitung sebagai dasar untuk menerima atau menolak suatu usulan investasi. Oleh karena itu IRR adalah tingkat diskon (Discounted Rate) yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari aliran kas yang akan terjadi dengan aliran kas keluar mula-mula (initial investment) pada suatu proyek investasi.
Discouted Cash Flow Method mencari pada tarif kembalian berapa aliran kas masuk bersih harus dinilaitunaikan agar supaya investasi yang ditanamkan dapat tertutup. Penentuan tarif kembalian tersebut dilakukan dengan metode coba-coba (trial and error) yaitu dengan cara :
a. Mencari nilai tunai aliran kas masuk bersih pada tarif kembalian yang dipilih secara sembarang diatas atau dibawah tarif kembalian investasi yang diharapkan.
1 Investasi
Rumus : =
( 1 + i ) n proceed
kemudian dicari dengan menggunakan niali yang mendekati angka tersebut
b. Menginterpolasikan kedua tarif kembalian tersebut untuk mendapatkan tarif kembalian sesungguhnya.
Kriteria penerimaan dengan menggunakan metode ini, jika IRR lebih besar dari rate of return yang diisyaratkan maka usulan investasi layak diterima, karena menunjukkan bahwa suatu proyek akan mendatangkan keuntungan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari rate of return yang diisyaratkan maka usulan investasi tersebut ditolak, karena menunjukkan bahwa proyek tersebut mendatangkan kerugian.
Kebaikan metode IRR
Metode ini memperhitungkan nilai waktu uang
Kelemahan metode IRR
Terletak pada aturan atau kaidah IRR yang menyatakan bahwa apabila ada 2 Proyek yang mutually excluasive, maka proyek yang dipilih yang memiliki IRR lebih besar.
2.6.4 Metode ARR ( Acounting Rate of Return )
Metode accounting rate of return atau sering disebut average rate of return, menunjukkan prosentase keuntungan neto sesudah pajak dihitung dari average investment. Apabila tiga metode payback period, dan net present value mendasarkan diri dari proceeds atau cash flows, maka metode accounting rate of return ini mendasarkan diri pada keuntungan yang dilaporkan dalam buku ( reported acounting income ).
Rumus perhitungan rata-rata kembalian investasi :
Pengembalian investasi = total hasil / umur investasi
rata-rata awal investasi awal
Pengembalian investasi = total hasil / umur investasi
rata-rata investasi rata-rata
Rata-rata investasi yang digunakan sebagai pembagi dihitung dengan cara :
( Investasi awal + nilai residu ) / 2
Kriteria pemilihan investasi dengan menggunakan metode ini adalah sebagai berikut :
• Suatu investasi akan diterima jika kembalian investasinya dapat memenuhi batasan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak perusahaan.
• Jika pengambilan keputusan belum memiliki batsan tarif kembalian investasi, maka dari beberapa investasi yang diusulkan dipilih adalah yang memberikan tingkat kembalian yang terbesar.
Kebaikan metode ARR
Metode ini telah memperhitungkan aliran kas selama umur investasi.
Kelemahan metode ARR
1. Tidak memperhitungkan nilai waktu uang.
2. Dipengaruhi oleh penggunaan metode depresiasi.
3. Metode ini tidak dapat diterapkan jika investasi dilakukan dalam beberapa tahap.
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT. IKHOYAMO BROTHERS (PT.IKHOYAMO BROS) berdiri pada akhir tahun 1998 saat Indonesia dan sebagian besar negara Asia mengalami situasi yang buruk berkenaan dengan adanya krisis ekonomi, industri perkapalan dan perniagaan maritim menghadapi ketidaktentuan kompetisi pasar dunia yang tinggi dan jumlah dari pertukaran angkutan kapal telah berpengaruh sebagai hasil dari penurunan ekonomi dunia, fenomena global dan penurunan nilai mata uang asian khususnya nilai rupiah.
Namun demikian, perusahaan ini tetap bertahan untuk tetap berjalan dan aktif bekerja keras dan menunjukkan kualitas tinggi ditengah-tengah ketetapan kebijaksaan yang tidak tetap dalam membuktikan kepada klien-klien yang membutuhkan jasa di waktu milenium baru dan prospek bisnis yang sekarang berkembang sangat pesat didalam industri perkapalan.
Organisasi dan manajemen dengan karyawan yang bekerja berorientasi propesional lebih dari 2 dasawarsa dari pembukuan yang berkelanjutan pada relasi jasa maritim.
Perkapalan dari berbagai macam komoditi yang masuk maupun keluar negeri antar negara asean telah efektif ditangani oleh perusahaan, seperti bubuk dalam curah atau dalam karung, gula, garam dlm karung atu curah, produk besi , kayu, semen, produk pertanian dan lain-lain.
Perusahaan bertujuan untuk dapat berada dalam lingkaran/lingkungan jasa maritim di negara ini dan keyakinan bahwa perusahaan ini berada dalam jalur yang benar dan secara serentak mencoba untuk terlibat dalam bagian penting pada bisnis perkapalan.
Perusahaan ini didirikan dan dipimpin oleh RIO HARAHAP yang telah berpengalaman selama 10 tahun sebagai Shipbroker dari Johs Larsen & Co., perusahan Perkapalan Norwegia dengan jabatan akhir sebagai Manajer Chartering pada akhir tahun 1997.
Selain pada chartering dengan atau bisnis sale dan purchasing world wide. PT. Ikhoyamo Bros. Bukan merupakan perusahaan yang terbaik tetapi bukan pula tidak baik dilihat dari faktanya bahwa perusahaan ini mempunyai reputasi dan dapat dipercaya oleh klien-klien penting di negara Asia/Pasific.
3.2 Kegiatan Usaha
PT. Ikhoyamo Bros adalah perusahaan jasa yang bergerak dan berkecimpung dalam berbagai kegiatan operasional yang berkaitan dengan kapal sebagai alat produksinya.
Kegiatan operasianal berupa produksi juga dapat dibagi atas dua kelompok usaha :
3.2.1 Usaha Pokok
Perkapalan
• Angkutan Barang
• Angkutan Perintis
3.2.2 Usaha Penunjang
• Keagenan:
Melayani kapal-kapal asing, Nasional dan juga flash/Lash barges
• Perbengkelan/ galangan
• Container yard
3.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Berikut ini akan dijelaskan tugas pokok dan kewajiban dari elemen-elemen struktur organisasi kantor pusat PT. Ikhoyamo Bros adalah :
1. Dewan Komisaris
Melaksanakan kewajibannya sebagai mana tercantum dalam Akta Notaris
2. Dewan Direksi
Melaksanakan tugas dan wewenang dalam anggaran dasar perusahaan sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris
3. Direktur Utama
Tugas pokok dan kewajiban Direktur Utama, diantaranya sebagai berikut:
Melaksanakan program pemerintah dalam sub sector perhubungan laut di seluruh wilayah Indonesia dengan memanfaatkan prasarana, sarana baik yang dimiliki perusahaan sendiri atau pihak ketiga , usaha-usaha lain yang menunjanng kegiatan perusahaan dalam pemberian jasa secara optimal, aman, teratur dan tertib.
4. Direktur Usaha
Tugas pokok dan kewajiban Direktur Usaha, diantaranya sebagai berikut:
Memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh kegiatan pada Direktorat Usaha dalam hal pengoprasian kapal-kapal,barang/charter dan perintis dalam jadwal tetap atau tidak tetap yang efisien dan ekonomis untuk dapat meraih dan meningkatkan pangsa pasar angkutan barang, penumpang dan perintis atas dasar kebijaksanaan tarip-tarip yang telah ditetapkan dengan melakukan pemasaran secara intensif, demikian pula pengelolaan kegiatan usaha–usaha penunjang berdasar efisisensi ekonomi, keseluruhan guna menjamin tingkat penghasilan usah yang optimal.
Direktorat Usaha terdiri dari :
• Divisi Kapal Barang membawahi :
- Bagian muatan dan pasasi
- Bagian operasi
• Divisi Keagenan dan Penunjang, membawahi :
- Bagian Keagenan
- Bagian usaha penunjang dan usaha lain-lain
5. Direktur Armada Tekhnik
Tugas pokok dan kewajiban Direktur Armada Tekhnik, diantaranya sebagai berikut:
Memimpin dan bertanggung jawab atas pelaksanaan seluruh kegiatan pada Direktorat Armada Tekhnik dalam hal kesiapan bagi seluruh armada / kapal perusahaan teknis, nautis dengan melengkapi segala peralatan yang diperlukan guna memenuhi persyaratan untuk mendapatka seluruh macam surat sertifikat kelengkapan, kesempurnaan kapal yang diperluka agar selalu dalam keadaan baik dengan biaya ekonomis yang wajar.
• Direktorat Armada Tekhnik terdiri dari :
Divisi Tekhnik membawahi :
• Bagian F.R.D
• Bagian pemeliharaaan
• Bagian recording
Divisi Nautika, membawahi :
• Bagian surat-surat kapal
• Bagian P-2
• Bagian T.E dan lembaga Nautika
6. Direktur Keuangan
Tugas pokok dan kewajiban Direktur Keuangan , diantaranya sebagai berikut :
Memimpin dan melaksanakan kebijaksanaan dalam merencanakan / cara pendanaan investasi perusahaan serta mengendalikan dan mengelola perusahaan dalam suatu system administrasi keuangan yang memenuhi prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara efektif edan efisien agar dalam penyusunan/penyiapan laporan keuangan dan corporate plan perusahaan secara luas baik untuk kepentingan intern maupun extern tepat penggarapannya.
• Direktorat Keuangan terdiri dari :
Divisi Akuntansi membawahi
• Bagian pembukuan Kantor Pusat
• Bagian pembukuan kantor cabang
• Bagian laporan keuangan
Divisi Keuangan membawahi
• Bagian keuangan
• Bagian penagihan dan pembiayaan
• Bagian Investasi
7. Direktur Personalia dan Umum
Tugas pokok dan kewajiban Direktur Personalia dan Umum, diantaranya sebagai berikut :
Mempelajari aspek pegawai/ ketenaga-kerjaan dalam kegiatan di segala bidang operasional, pemantapan gejala-gejala sikap/tingkah laku pegawai dan mengambil langkah – langkah yang realistik dalam menanggulanginya.
Divisi Administrasi Kepegawaian, membawahi :
• Bagian pegawai darat
• Bagian pegawai laut
• Bagian umum
8. Satuan Pengawasan Intern
Tugas pokok dan kewajiban Satuan Pengawasan Intern, diantaranya sebagai berikut :
Melakukan pengawasan operasional atas pelaksanaan kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan perusahaan baik dari segi administratif mauoun pelaksanaan kerja disemua bidang kegiatan kerja.
9. Biro Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Usaha ( BP –3 )
Tugas pokok dan kewajiban BP – 3, diantaranya sebagai berikut :
Melakukan dan menyusun rencana kerja BP – 3, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek yang meliputi pengumpulan data seluruh usaha perusahaan dan melakukan pengolahan pengkajian data operasional atau non operasional atas produktivitas dan manfaat guna dari pengelolaan semua prasarana serta sarana persahaan untuk peningkatan dalam pengembangan kegiatan usaha dan prasarana yang memacu pada efisiensi penghematan dalam setiap kegiatan usaha sebagai suatu kebijaksaan perusahaan yang strategis.
10. Biro Pusat Pengadaan ( BPP )
Tugas pokok dan kewajiban Biro Pusat Pengadaan, diantaranya sebagai berikut :
Menyusun dan menyiapkan rencana kerja ddan anggaranbiaya BPP mengenai perencanaan pengadaan barang atas dasar pengkajian/peneliatian dari data statistik tahun-tahun silam atau permintaan dari unit-unit kerja pada Direktorat baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang yang diseduaikan dengan sifat guna pakainya (Slow and fast moving) dalam suatu pola perawatan (plan maintenance system) yang menjadi ketetapan kebijaksanaan perusahaan.
11. Biro Direksi
Tugas pokok dan kewajiban Biro Direksi, diantaranya sebagai berikut :
Membantu dan mendukung pelaksanaan demi kelancaran tugas-tugas direksi dalam hal memimpin,mengatur,mengkoordinir, melaksanakan dan mengawasi fungsi bidang kegiatan ketatalaksanaan umum dan system kearsipan perusahaan secara luas, bidang kegiatan hubungan kemasyarakatan (humas), pengolahan data dan informasi serta pemantauan administrasi pelaporan usaha sampingan atau kegiatan lainnya yang dilimpahkan oleh direksi guna keberhasilan kegiatan usaha persuahaan.
12. Biro Hukum, Asuransi dan Claim
Tugas pokok dan kewajiban Biro Hukum, Asuransi dan Claim, diantaranya sebagai berikut :
Memberikan saran dan pendapat mengenai aspek-aspek hukum.
Senin, 24 Mei 2010
TEORI POPULASI DAN TEKNIK SAMPLING
Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated). Ciri-ciri populasi disebut parameter. Oleh karena itu, populasi juga sering diartikan sebagai kumpulan objek penelitian dari mana data akan dijaring atau dikumpulkan. Populasi dalam penelitian (penelitian komunikasi) bisa berupa orang (individu, kelompok, organisasi, komunitas, atau masyarakat) maupun benda, misalnya jumlah terbitan media massa, jumlah artikel dalam media massa, jumlah rubrik, dan sebagainya (terutama jika penelitian kita menggunakan teknik analisis isi (content analysis).
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada populasi, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu sampel yang akan diambil dari populasi harus betul-betul representatif (dapat mewakili).
Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh, misalnya kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad dan kita hanya akan memokuskan penelitian kita pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan, maka seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad adalah populasi sampling, sedangkan seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah populasi sasaran.
Konsep lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang dinotasikan dengan huruf K. Misalnya, ketika kita meneliti tingkat rata-rata prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad (Fikom Unpad), maka jumlah populasinya adalah satu, yakni kategori mahasiswa. Sementara itu, jika kita meneliti sikap sivitas akademika Fikom Unpad terhadap kebijakan rektor dalam menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah populasinya sebanyak kategori yang terkandung dalam konsep sivitas akademika, misalnya terdiri dari kategori mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi, jumlah populasinya ada tiga. Ukuran populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fikom Unpad, maka jumlah populasinya adalah satu dan ukuran populasinya 8.236 orang (sesuai dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar resmi di Fikom Unpad).
Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
Dalam keadaan peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka peneliti boleh mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek penelitiannya atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya dengan populasi, dalam sampel pun ada konsep jumlah sampel dan ukuran sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya kategori sampel yang diteliti yang dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya sama dengan jumlah populasi (k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan dengan huruf n) adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang jumlahnya selalui lebih kecil daripada ukuran populasi (n
Karena data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.
Teknik Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat berbagai teknik sampling untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan non probability sampling.
UKURAN SAMPEL
Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?
Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan bulat di antara para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia ilmu yang ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten dengan rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka lima persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini tentu saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek metodologi penelitian.
Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbangan penelitian (metodologi).
Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari populasi. Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat digunakan.
Rumus Slovin:
N
n = ———
1 + Ne²
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus digunakan.
N
n = ———–
Nd² + 1
d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
4000
n = ————————- = 364
4000 x (0,05)² + 1
KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)
Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung dalam populasi penelitian.
JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu: sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas (nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random (sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random, sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih tinggi daripada sampel nonprobabilitas.
Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)
a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.
Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya). Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara saksama dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi Tabel Angka Random.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500. Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap mudah.
b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.
Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.
Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.
Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil sebesar 50 (n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan berpatokan pada penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.
c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara random (acak).
Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat kaitannya dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang motivasi belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam menentukan strata populasi.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan bahwa di Unpad memang terdapat berbagai jenjang pendidikan.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.
Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional, dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sampel Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n % dalam
Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Sampel
D3 10.000 40% 0,10 1.000 40%
S1 8.000 32% 0,10 800 32%
S2 5.000 20% 0,10 500 20%
S3 2.000 8% 0,10 200 8%
_______ ______ ______ _____
25.000 100% 2.500 100%
Keterangan:
•Ditentukan ukuran sampel 2.500
•Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10
•Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.
Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.
Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya. Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada contoh tabel di bawah ini.
Tabel 2
Sampel Berstrata Disproporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n Bobot Bobot
Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Disesuaikan
D3 10.000 40% 0,063 625 15,87 5
S1 8.000 32% 0,078 625 12,82 4
S2 5.000 20% 0,125 625 8 3
S3 2.000 8% 0,313 625 3,19 1
_______ _____ _____
25.000 100% 2.500
Keterangan:
•Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap strata (625).
•Pecahan sampling berbeda-beda pada setiap strata (n/N).
•Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan strata yang bersangkutan dalam populasi, maka data pada setiap strata harus dikalikan dengan bobot (bobot yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus: 1/ps atau satu dibagi pecahan smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka terrendah sebagai standar (bernilai 1). Misalnya, 15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan menjadi 5.
d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)
Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid Sekolah Dasar (SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel (responden).
Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh ibu rumah tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random, misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga yang berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita. Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan, sehingga wilayah kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya, kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16 kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh ibu rumah tangga di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada wilayah yang lebih kecil, misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.
Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)
Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal dari sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif.
Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat.
2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu. Misalnya, untuk meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta kita memerlukan reponden yang memiliki kualifikasi komptensi dalam bidang perfilman atau bidang komunikasi. Maka sampelnya adalah para kritikus film, para dosen produksi film, para ahli sinematografi, dan lain-lain.
Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel
Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan yang salah.
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)
Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan hilang.
2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
•Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.
•Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya, seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel tidak bisa dihubungi pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita menggantinya dengan mahasiswa yang lain.
•Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
•Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.
•Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu secara terselubung.
•Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.
Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya adalah sebagai berikut:
•Blank Foreign Elements
Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
•Incomplete Frame
Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.
•Cluster of Elements
Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.
Sumber :
http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/07/08/populasi-dan-teknik-sampling/
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada populasi, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Oleh karena itu sampel yang akan diambil dari populasi harus betul-betul representatif (dapat mewakili).
Populasi penelitian terdiri dari populasi sampling dan populasi sasaran. Populasi sampling adalah keseluruhan objek yang diteliti, sedangkan populasi sasaran adalah populasi yang benar-benar dijadikan sumber data. Sebagai contoh, misalnya kita akan meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad dan kita hanya akan memokuskan penelitian kita pada mahasiswa yang aktif di lembaga-lembaga kemahasiswaan, maka seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad adalah populasi sampling, sedangkan seluruh mahasiswa yang aktif dalam lembaga kemahasiswaan adalah populasi sasaran.
Konsep lainnya yang harus dipahami-dan tidak boleh dikelirukan- adalah jumlah populasi (population numbers) dan ukuran populasi (population size). Jumlah populasi adalah banyaknya kategori populasi yang dijadikan objek penelitian yang dinotasikan dengan huruf K. Misalnya, ketika kita meneliti tingkat rata-rata prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad (Fikom Unpad), maka jumlah populasinya adalah satu, yakni kategori mahasiswa. Sementara itu, jika kita meneliti sikap sivitas akademika Fikom Unpad terhadap kebijakan rektor dalam menaikkan biaya pendidikan, maka jumlah populasinya sebanyak kategori yang terkandung dalam konsep sivitas akademika, misalnya terdiri dari kategori mahasiswa, dosen, dan staf administratif. Jadi, jumlah populasinya ada tiga. Ukuran populasi adalah banyaknya unsur atau unit yang terkandung dalam sebuah kategori populasi tertentu, yang dilambangkan dengan huruf N. Misalnya, ketika kita meneliti bagaimana rata-rata tingkat prestasi akademik mahasiswa Fikom Unpad, maka jumlah populasinya adalah satu dan ukuran populasinya 8.236 orang (sesuai dengan jumlah mahasiswa yang terdaftar resmi di Fikom Unpad).
Jika kita menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka penelitian kita disebut sensus. Sensus merupakan penelitian yang dianggap dapat mengungkapkan ciri-ciri populasi (parameter) secara akurat dan komprehensif, sebab dengan menggunakan seluruh unsur populasi sebagai sumber data, maka gambaran tentang populasi tersebut secara utuh dan menyeluruh akan diperoleh. Oleh karena itu, sebaik-baiknya penelitian adalah penelitian sensus. Namun demikian, dalam batas-batas tertentu sensus kadang-kadang tidak efektif dan tidak efisien, terutama jika dihubungkan dengan ketersedian sumber daya yang ada pada peneliti. Misalnya, bila dikaitkan dengan fokus penelitian, keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki oleh peneliti.
Dalam keadaan peneliti tidak memungkinkan untuk melakukan sensus, maka peneliti boleh mengambil sebagian saja dari unsur populasi untuk dijadikan objek penelitiannya atau sumber data. Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian itu disebut sampel. Sampel atau juga sering disebut contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka yang akan kita peroleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi. Ciri-ciri sampel disebut statistik. Sama halnya dengan populasi, dalam sampel pun ada konsep jumlah sampel dan ukuran sampel. Jumlah sampel adalah banyaknya kategori sampel yang diteliti yang dilambangkan dengan huruf k, yang jumlahnya sama dengan jumlah populasi (k=K). Sedangkan ukuran sampel (dilambangkan dengan huruf n) adalah besarnya unsur populasi yang dijadikan sampel, yang jumlahnya selalui lebih kecil daripada ukuran populasi (n
Karena data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.
Teknik Sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Terdapat berbagai teknik sampling untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu probability sampling dan non probability sampling.
UKURAN SAMPEL
Ukuran sampel atau besarnya sampel yang diambil dari populasi, sebagaimana diungkapkan di atas, merupakan salah satu faktor penentu tingkat kerepresentatifan sampel yang digunakan. Pertanyaannya, berapa besar sampel harus diambil dari populasi agar memenuhi syarat kerepresentatifan?
Dalam menentukan menentukan ukuran sampel (n) yang harus diambil dari populasi agar memenuhi persyaratan kerepresentatifan, tidak ada kesepakatan bulat di antara para ahli metodolologi penelitian (hal ini wajar, sebab dalam dunia ilmu yang ada adalah sepakat untuk tidak sepakat asal masing-masing konsisten dengan rujukan yang digunakannya, sehingga ilmu itu bisa terus berproses dan berkembang). Pada umumnya, buku-buku metodologi penelitian menyebut angka lima persen hingga 10 persen untuk menegaskan berapa ukuran sampel yang harus diambil dari sebuah populasi tertentu dalam penelitian sosial. Pendapat ini tentu saja sulit untuk dijelaskan apa alasannya jika ditinjau dari aspek metodologi penelitian.
Sehubungan dengan hal itu, I Gusti Bagoes Mantra dan Kasto dalam buku yang ditulis oleh Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai (1989), menyatakan bahwa sebelum kita menentukan berapa besar ukuran sampel yang harus diambil dari populasi tertentu, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yaitu:
1. Derajat Keseragaman Populasi (degree of homogenity). Jika tinggi tingkat homogenitas populasinya tinggi atau bahkan sempurna, maka ukuran sampel yang diambil boleh kecil, sebaliknya jika tingkat homogenitas populasinya rendah (tingkat heterogenitasnya tinggi) maka ukuran sampel yang diambil harus besar. Untuk menentukan tingkat homogenitas populasi sebaiknya dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji statistik tertentu.
2. Tingkat Presisi (level of precisions) yang digunakan. Tingkat presisi, terutama digunkan dalam penelitian eksplanatif, misalnya penelitian korelasional, yakni suatu pernyataan peneliti tentang tingkat keakuratan hasil penelitian yang diinginkannya. Tingkat presisi biasanya dinyatakan dengan taraf signifikansi (α) yang dalam penelitian sosial biasa berkisar 0,05 (5%) atau 0,01 (1%), sehingga keakuratan hasil penelitiannya (selang kepercayaannya) 1–α yakni bisa 95% atau 99%. Jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,01 maka ukuran sampel yang diambil harus lebih besar daripada ukuran sampel jika kita menggunakan taraf signifikansi 0,05.
3. Rancangan Analisis. Rancangan analisis yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan pengolahan data, penyajian data, pengupasan data, dan penafsiran data yang akan ditempuh dalam penelitian. Misalnya, kita akan menggunkan teknik analisis data dengan statistik deskripti; penyajian data menggunakan tabel-tabel distribusi frekuensi silang (tabel silang) atau tabel kontingensi dengan ukuran 3X3 atau lebih dimana pasti mengandung sel sebanyak 9 buah, maka ukuran sampelnya harus besar. Hal ini untuk menghindarkan adanya sel dalam tabel tersebut yang datanya nol (kosong), sehingga tidak layak untuk dianalisis dengan asumsi-asumsi kotingensi. Jika kita menggunakan rancangan analisisnya hanya menggunakan analisis statistik inferensial, maka ukuran sampelnya boleh lebih kecil dibandingkan apabila kita menggunakan rancangan analisis statistik deskriptif saja. Dengan kata lain, rancangan penelitian deskriptif membutuhkan ukuran sampel yang lebih besar daripada rancangan penelitian eksplanatif.
4. Alasan-alasan tertentu yang berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasn yang ada pada peneliti, misalnya keterbatasan waktu, tenaga, biaya, dan lain-lain. (Catatan: Alasan ke-4 ini jangan digunakan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan ukuran sampel, sebab hal ini lebih berkaitan dengan pertimbangan peneliti (tanpa akhiran an) dan bukan pertimbangan penelitian (metodologi).
Selain mempertimbangkan faktor-faktor di atas, beberapa buku metode penelitian menyarankan digunakannya rumus tertentu untuk menentukan berapa besar sampel yang harus diambil dari populasi. Jika ukuran populasinya diketahui dengan pasti, Rumus Slovin di bawah ini dapat digunakan.
Rumus Slovin:
N
n = ———
1 + Ne²
Keterangan;
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang ditololerir, misalnya 5%.
Batas kesalahan yang ditolelir ini untuk setiap populasi tidak sama, ada yang 1%, 2%, 3%, 4%,5%, atau 10%.
Jika ukuran populasinya besar yang didapat dari pendugaan proporsi populasi, maka Rumus Yamane yang harus digunakan.
N
n = ———–
Nd² + 1
d = batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan.
Misalnya, kita ingin menduga proporsi pembaca koran dari populasi 4.000 orang. Presisi ditetapkan di antara 5% dengan tingkat kepercayaan 95%, maka besarnya sampel adalah:
4000
n = ————————- = 364
4000 x (0,05)² + 1
KERANGKA SAMPLING (SAMPLING FRAME)
Di atas sudah ditegaskan, bahwa tingkat krepresentatifan sampel selain ditentukan oleh ukuran sampel yang diambil juga ditentukan oleh teknik sampling yang digunakan. Di antara teknik-teknik sampling tersebut, dalam penggunaannya, ada yang mempersyaratkan tersedianya kerangka sampling. Kerangka sampling (sampling frame) adalah sebuah daftar yang memuat data mengenai seluruh unit atau unsur sampling yang terdapat pada populasi sampling. Secara gampang orang sering mengatakan, kerangka sampling adalah daftar nama-nama yang kerkandung dalam populasi penelitian.
JENIS SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
Berdasarkan prosedur atau cara yang digunakan dalam mengambil sampel dari populasi (teknik sampling), kita dapat mengidentifikasi dua jenis sampel, yaitu: sampel probabilitas (probability sampling) dan sampel nonprobabilitas (nonprobability sampling). Sampel probabilitas atau disebut juga sampel random (sampel acak) adalah sampel yang pengambilannya berlandaskan pada prinsip teori peluang, yakni prinsip memberikan peluang yang sama kepada seluruh unit populasi untuk dipilih sebagai sampel. Sebaliknya, sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom (sampel tak acak) adalah sampel yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (bisa pertimbangan penelitian maupun pertimbangan peneliti). Sampel probabilitas diambil dengan menggunakan teknik sampling probabilitas atau teknik sampling random, sedangkan untuk mengambil sampel nonprobabilitas atau sampel nonrandom digunakan teknik sampling nonprobabilitas, yakni pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel probabilitas cenderung memiliki tingkat representasi yang lebih tinggi daripada sampel nonprobabilitas.
Teknik Sampling Probabilitas (Teknik Sampling Random)
a. Teknik Sampling Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Sampel acak sederhana adalah sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga setiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Peluang yang dimiliki oleh setiap unit penelitian untuk dipilh sebagai sampel sebesar n/N, yakni ukuran sampel yang dikehendaki dibagi dengan ukuran populasi.
Dalam menggunakan Teknik Sampling Random Sederhana ini ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendy, 1989):
1. Harus tersedia kerangka sampling atau memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya (dalam kerangka sampling tidak boleh ada unsur sampel yang dihitung dua kali atau lebih).
2. Sifat populasinya harus homogen, jika tidak, kemungkinan akan terjadi bias.
3. Ukuran populasinya tidak tak terbatas, artinya harus pasti berapa ukuran populasinya.
4. Keadaan populasinya tidak terlalu tersebar secara geografis.
Teknis pelaksanaannya ada dua cara, yakni:
1. Dengan mengundi unsur-unsur penelitian atau satuan-satuan elementer dalam populasi. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyusun semua unit penelitian atau unit elementer ke dalam kerangka sampling, mulai dari nomor terkecil hingga nomor ke-n (tergantung berapa besar ukuran populasinya). Selanjutnya masing-masing nomor unsur populasi itu ditulsikan dalam secarik kertas, digulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah kotak atau toples. Lalu lakukan pengocokan secara merata, dan ambil sejumlah gulungan kertas tersebut sebanyak ukuran sampel yang dikehendaki. Nomor-nomr yang terambil itu menjadi unit elementer yang terpilih sebagai sampel. Pengundian juga dapat dilakukan seperti halnya ibu-ibu anggota kelompok arian menentukan pemenang arisannya. Gulungan kertas yang di dalamnya sudah berisi nomor unit elementer, dimasukkan ke dalam toples yang diberi tutup dengan lubang sebesar kira-kira dapat dilalui oleh setiap gulungan kertas yang ada di dalamnya. Lalu kocok berulang-ulang hingga keluar sejumlah gulungan kertas sesuai dengan ukuran sampel yang direncanakan. Penggunaan cara ini (cara pengundian) seringkali tidak praktis, terutama apabila ukuran populasinya relatif besar, sebab: pertama, hampir tidak mungkin kita dapat melakukan pengocokan secara saksama dan merata seluruh gulungan kertas undian; dan kedua, ada kecenderungan kita untuk tergoda memilih angka-angka tertentu. Dalam keadaan yang demikian, gunakan teknik kedua, yakni dengan mengundi Tabel Angka Random.
2. Dengan menggunakan Tabel Angka Random. Cara ini dipilih karena selain meringankan pekerjaan, juga lebih memberikan jaminan yang lebih besar bahwa setiap unit elementer mempunyai peluang yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Caranya adalah sebagai berikut: misalnya, dari satuan elementer dlam populasi (N) yang besarnya 500 orang, akan dipilih 50 satuan elementer sebagai sampel (n). Bilangan 500 ini terdiri dari tiga dijit (digit), oleh karena itu dalam kerangka sampling satuan elementernya diberi nomor mulai dari 001 sampai 500. Selanjutnya lihat Tabel Angka Random atau Tabel Bilangan Random yang selalu ada pada lampiran buku-buku metodologi penelitian atau buku-buku metode statistika. Karena angka-angka yang yang terdapat dalam Tabel Bilangan Random itu disusun secara kebetulan (randomly assorted), maka pemakai tabel tersebut dapat mulai melihatnya dari baris dan kolom mana saja. Di samping itu, ia dapat juga mengikutinya ke arah mana saja. Penentuan angka pertama dapat dilakukan, misalnya, dengan cara menjatuhkan pensil dengan mata pensil mengarah ke bawah pada lembaran kertas yang di dalamnya terdapat tabel bilangan random yang kita gunakan. Angka random yang terkena oleh mata pensil tadi adalah unsur sampel pertama yang kita pilih. Selanjutnya, kita dapat menentukan unsur sampel lainnya dengan cara berjalan ke atas mengikuti kolom yang sama, atau ke samping mengikuti baris, ke bawah mengikuti kolom, atau cara apa saja yang dianggap mudah.
b. Teknik Sampling Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Apabila ukuran populasinya sangat besar, hingga tidak memungkinkan dilakukan pemilihan sampel dengan cara pengundian, maka teknik sampling random sederhana tidaklah tepat untuk digunakan. Dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah teknik sampling random sistematik. Persyaratan yang harus dipenuhi agar teknik sampling ini dapat digunakan, sama dengan persyaratan untuk sampel random sederhana, yakni tersedianya kerangka sampling (ukuran populasinya diketahui dengan pasti), dan populasinya mempunyai pola beraturan yang memungkinkan untuk diberikan nomor urut serta bersifat homogen.
Cara penggunaan teknik sampling random sistematik ini mirip dengan cara sampling random sederhana. Bedanya, pada teknik sampling sistematik perandoman atau pengundian hanya dilakukan satu kali, yakni ketika menentukan unsur pertama dari sampling yang akan diambil. Penentuan unsur sampling selanjutnya ditempuh dengan cara memanfaatkan interval sampel. Interval sampel adalah angka yang menunjukkan jarak antara nomor-nomor urut yang terdapat dalam kerangka sampling yang akan dijadikan patokan dalam menentukan atau memilih unsur-unsur sampling kedua dan seterusnya hingga unsur ke-n. Interval sampel biasanya dilambangkan dengan huruf k.
Interval sampel atau juga disebut sampling rasio diperoleh dengan cara membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang dikehendaki (N/n). Misalnya, dari populasi (N) berukuran 500 kita akan mengambil sampel (n) berkuran 50, maka interval samplingnya adalah 500/50=10 atau k =10. Andaikan yang terpilih sebagai unsur sampling pertama adalah satuan elementer yang bernomor s, maka penentuan unsur-unsur sampel berikutnya adalah:
Unsur pertama = s
Unsur kedua = s + k
Unsur ketiga = s + 2k
Unsur keempat = s + 3k, dan seterusnya hingga unsur ke-n.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini diberikan contoh konkret.
Misalnya ukuran populasinya 500 (N=500) dan ukuran sampel yang akan diambil sebesar 50 (n=50), maka pasti k = 10. Andaikan saja unsur sampel pertama yang terpilih adalah nomor urut 005, maka unsur-unsur selanjunya yang harus diambil adalah nomor 015, 025, 035, 045, 055, 065, 075, dan seterusnya dengan berpatokan pada penambahan angka 10 dari nomor urut terakhir.
c. Teknik Sampling Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik sampling ini digunakan apabila populasinya tidak homogen (heterogen). Makin heterogen suatu populasi, makin besar pula perbedaan sifat-sifat antara lapisan tersebut. Padahal, sebagaimana telah diungkapkan di atas, presisi dan tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari suatu populasi antara lain dipengaruhi oleh derajat keseragaman (tingkat homogenitas) populasi yang bersangkutan. Untuk dapat menggambarkan secara tepat tentang sifat-sifat populasi yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi kedalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam atau homogen, dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara random (acak).
Untuk dapat menggunakan teknik sampling random strata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain (Singarimbun dan Effendi, 1989:162-163):
1. Harus ada kriteria yang jelas yang akan dipergunakan sebagai dasar untuk menstratifikasi populasi ke dalam lapisan-lapisan. Sebagai contoh, populasi penelitian Anda adalah seluruh mahasiswa Unpad. Dalam kenyataannya karakteristik mahasiswa Unpad tidak sama (tidak homogen) sebab di Unpad terdapat program pendidikan jenjang D3, S1, S2, dan S3 yang tentu saja karakteristik (terutama karakteristik akademisnya) berbeda-beda. Maka dalam keadaan populasi yang demikian, mahasiswa Unpad sebagai populasi harus dibagi kedalam strata (subpopulasi) mahasiswa D3, mahasiswa S1, mahasiswa S2, dan mahasiswa S3. Secara teoretis, yang dapat dijadikan kriteria untuk pembagian strata itu ialah variabel-variabel yang akan diteliti atau variabel-variabel yang menurut peneliti mempunyai hubungan yang erat dengan variabel-variabel yang hendak diteliti itu. Misalnya, tingkat motivasi belajar mahasiswa erat kaitannya dengan jenjang pendidikan yang diikutinya. Jadi, dalam penelitian tentang motivasi belajar mahasiswa (misalnya), jenjang pendidikan dijadikan dasar dalam menentukan strata populasi.
2. Harus ada data pendahuluan dari populasi mengenai kriteria yang dipergunakan untuk menstratifikasi. Misalnya, data mengenai pembagian jenjang pendidikan pada mahasiswa Unpad didasarkan pada kenyataan bahwa di Unpad memang terdapat berbagai jenjang pendidikan.
3. Jumlah satuan elementer dari setiap strata (ukuran setiap subpopulasi) harus diketahui dengan pasti. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat membuat kerangka sampling untuk setiap subpopulasi atau strata yang akan dijadikan sumber dalam menentukan sampel atau responden. (Harap dicatat, bahwa teknik sampling random strata ini baru efektif dalam menentukan ukuran sampel yang harus diambil dari setiap strata dan belum mampu menentukan siapa saja sampel yang harus diambil untuk dijadikan responden penelitian). Untuk menentukan saampel sasaran atau responden masih perlu dilanjutkan dengan menggunakan teknik sampling random sederhana atau teknik sampling random sistematik, setelah sebelumnya dibuatkan kerangka sampling untuk setiap subpopulasinya.
Sampel strata terdiri dari dua macam, yakni sampel strata proporsional dan sampel strata disproporsional. Teknik sampling random strata proporsional digunakan apabila proporsi ukuran subpopulasi atau jumlah satuan elementer dalam setiap strata relatif seimbang atau relatif sama besar. Dalam sampel strata proporsional, dari setiap strata diambil sampel yang sebanding dengan besar setiap strata dengan berpatokan pada pecahan sampling (sampling fraction) yang sama yang digunakan. Pecahan sampling adalah angka yang menunjukkan persentase ukuran sampel yang akan diambil dari ukuran populasi tertentu. Sebagai contoh, jumlah keseluruhan mahasiswa Unpad ada 25.000 orang, sehingga ukuran populasinya 25.000. Berdasarkan perhitungan tertentu, misalnya kita menggunakan Rumus Slovin, sampel yang harus diambil sebesar 2.500 orang mahasiswa, maka pecahan samplingnya adalah 0,10 (10%) yang diperoleh dengan cara membagi ukuran sampel yang dikehendaki dengan ukuran populasinya (n/N). Dengan demikian, maka dari setiap lapisan populasi (strata) harus diambil sampel sebesar 10 % sehingga akhirnya diperoleh ukuran sampel secara keseluruhan yang merepresentasikan populasi. Untuk lebih jelasnya, perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sampel Berstrata Proporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n % dalam
Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Sampel
D3 10.000 40% 0,10 1.000 40%
S1 8.000 32% 0,10 800 32%
S2 5.000 20% 0,10 500 20%
S3 2.000 8% 0,10 200 8%
_______ ______ ______ _____
25.000 100% 2.500 100%
Keterangan:
•Ditentukan ukuran sampel 2.500
•Pecahan sampling 2.500/25.000 = 0,10
•Setiap jenjang pendidikan diwakili dalam sampel proporsinya dalam populasi.
Penggunaan Teknik Sampling Random Strata Proporsional agak kurang tepat jika proporsi ukuran subpopulasinya (jumlah satuan elementer pada strata) tidak seimbang, ada yang jumlahnya besar ada pula yang jumlahnya kecil, sehingga kalau digunakan teknik sampling strata proporsional dapat kejadian ukuran subpopulasinya sama dengan ukuran sampelnya. Padahal, jika ukuran sampelnya sama dengan ukuran populasinya (total sampling atau sensus) maka data yang diperoleh dari sampel tersebut tidak bisa diolah atau dianalisis dengan menggunakan analisis statistik inferensial. Oleh karena itu, dalam keadaan populasi yang demikian, gunakanlah Teknik Sampling Random Strata Disproporsional.
Pada Sampel Strtata Disproporsional, ukuran sampel yang diambil dari setiap subpopulasi (strata) sama besarnya, yang berbeda adalah pecahan samplingnya. Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, jika menggunakan teknik sampling ini, nanti pada waktu analisis data, data yang diperoleh dari sampel masing-masing strata harus dikalikan dengan bobot yang disesuaikan pada strata tersebut. Teknis pengambilan sampel strata disproporsional dapat dilihat pada contoh tabel di bawah ini.
Tabel 2
Sampel Berstrata Disproporsional untuk Penelitian Motivasi Belajar
di Kalangan Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Jenjang Ukuran % dalam Pecahan n Bobot Bobot
Pendidikan Populasi Populasi Sampling Sampel Disesuaikan
D3 10.000 40% 0,063 625 15,87 5
S1 8.000 32% 0,078 625 12,82 4
S2 5.000 20% 0,125 625 8 3
S3 2.000 8% 0,313 625 3,19 1
_______ _____ _____
25.000 100% 2.500
Keterangan:
•Ukuran sampel ditetapkan 2500, dibagi rata pada setiap strata (625).
•Pecahan sampling berbeda-beda pada setiap strata (n/N).
•Karena sampel setiap strata tidak proporsional dengan strata yang bersangkutan dalam populasi, maka data pada setiap strata harus dikalikan dengan bobot (bobot yang disesuaikan). Bobot diperoleh dengan rumus: 1/ps atau satu dibagi pecahan smpling. Untuk memudahkan perhitungan, bobot dibulatkan dengan angka terrendah sebagai standar (bernilai 1). Misalnya, 15,87/3,19 = 4,97, dibulatkan menjadi 5.
d. Teknik Sampling Random Klaster (Cluster Random Sampling)
Teknik ini digunakan apabila ukuran populasinya tidak diketahui dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis atau terhimpun dalam klaster-klaster yang berbeda-beda. Misalnya, populasi puah penelitian kita adalah seluruh murid Sekolah Dasar (SD) yang ada di Wilayah Kota Bandung. Tidak mungkin kita dapat menghimpun semua data anak SD dalam sebuah daftar yang akurat, kalaupun mungkin, pasti daftar itu akan sangat panjang dan memerlukan waktu serta biaya yang tidak sedikit untuk menyusunnya. Maka kelompok siswa SD itu kita buat berdasarkan nama sekolahnya. Kelompok anak SD itu disebut klaster. Klater dapat berupa sekolah, kelas, kecamatan, desa, kelurahan, RW, RT, dan sebagainya. Apabila klaster itu bersifat wilayah geografis yang kecil, maka pengambilan sampelnya dapat dilakukan satu tahap (simple cluster sampling). Misalnya, wilayah penelitian kita ada di Kelurahan Gunung Sampah, yang terdiri dari 10 RW, maka kita dapat memilih beberapa RW secara random untuk dijadikan wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh penduduk sasaran di RW itu harus dijadikan sampel (responden).
Akan tetapi jika klasternya besar atau wilayah geografisnya besar, maka pengambilan sampel tidak cukup hanya satu tahap, melainkan harus beberapa tahap. Dalam keadaan yang demikian gunakanlah teknik sampling klaster banyak tahap (multistage cluster sampling). Misalnya kita akan meneliti pendapat seluruh ibu rumah tangga yang ada di wilayah Kota Bandung tentang konversi bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji. Populasi penelitiannya adalah seluruh ibu rumah tangga yang ada di Kota Bandung. Kota Bandung kita bagi dulu ke dalam Wilayah Bandung Timur, Bandung, Barat, Bandung Selatan, dan Bandung Utara. Dari setiap wilayah itu kita jabarkan lagi pada kecamatan-kecamatan, lalu ambil secara random, misalnya, dua kecamatan dari setiap wilayah sehingga diperoleh delapan kecamatan. Apabila kita berhenti sampai di sini, maka seluruh ibu rumah tangga yang berdomisi di delapan kecamatan terpilih itu adalah sampel penelitian kita. Tetapi jika kita merasa jumlahnya masih terlalu besar, maka kita boleh menjabarkan wilayah kecamatan terpilih itu menjadi kelurahan-kelurahan, sehingga wilayah kecamatan tadi kita jadikan populasi sampling. Dari situ secara random, misalnya, kita ambil dua kelurahan dri setiap kecamatan terpilih, sehingga kita memiliki 16 kelurahan sebagai wilayah penelitian dengan konsekuensi seluruh ibu rumah tangga di 16 kelurahan itu harus dijadikan responden. Jika dirasakan masih terlalu banyak jumlahnya, kita diperbolehkan untuk menurunkan lagi wilayah penelitian pada wilayah yang lebih kecil, misalnya RW, dan seterusnya dengan cara yang sama.
Teknik Sampling Nonprobabilitas (Teknik Sampling Nonrandom)
Dalam menentukan sampel dengan menggunakan taknik sampling nonrandom, tidak menggunakan prinsip kerandoman (prinsip teori peluang). Dasar penentuannya adalah pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti atau dari penelitian. Sebagai konsekuensinya, teknik sampling nonrandom ini tidak dapat digunakan apabila penelitian kita dirancang sebagai sebuah penelitian eksplanatif yang akan menguji hipotesis tertentu, misalnya penelitian korelasional, karena rumus uji statistik inferensial tidak dapat diterapkan untuk data yang berasal dari sampel nonrandom. Teknik sampling ini secara luas sering digunakan untuk penelitian-penelitian eksploratif atau penelitian deskriptif.
Ada beberapa jenis sampel nonrandom yang sering digunakan dalam penelitian sosial/penelitian komunikasi, di antaranya adalah:
1. Sampel Aksidental (accidental sampling). Sampel ini sering disebut sebagai sampel kebetulan yang pengambilannya didasarkan pada pertimbangan kemudahan bagi peneliti (bukan penelitian), sehingga sampel ini sering kali disebut convenience sampling atau sampel keenakan. Orang-orang ilmu statistika bahkan menyebutnya sebagai sampel kecelakaan, karena saking tidak representatifnya sampel tersebut. Sebisa mungkin, hindari untuk menggunakan sampel ini, jika kesimpulan penelitian kita ingin memperoleh kemampuan generalisasi yang tepat.
2. Sampel Kuota (quota sampling). Teknik sampling kuota merupakan teknik sampling yang sejenis dengan teknik sampling strata. Perbedaannya adalah ketika mengambil sampel dari setiap strata tidak menggunakan cara-cara random, tetapi menggunakan cara-cara kemudahan (convenience). Caranya, tentukan ukuran sampel dari masing-masing strata lalu teliti siapa sejumlah orang yang sesuai dengan ukuran sampel yang ditentukan tadi, siapa saja asal berasal dari strata tersebut.
3. Sampel Purposif (purposeful sampling). Teknik ini disebut juga judgemental sampling atau sampel pertimbangan bertujuan. Dasar penetuan sampelnya adalah tujuan penelitian. Sampel ini digunakan jika dalam upaya memperoleh data tentang fenomena atau masalah yang diteliti memerlukan sumber data yang memilki kualifikasi spesifik atau kriteria khusus berdasarkan penilaian tertentu, tingkat signifikansi tertentu. Misalnya, untuk meneliti kualitas cerita Film Ayat-ayat Cinta kita memerlukan reponden yang memiliki kualifikasi komptensi dalam bidang perfilman atau bidang komunikasi. Maka sampelnya adalah para kritikus film, para dosen produksi film, para ahli sinematografi, dan lain-lain.
Beberapa Masalah dalam Penelitian yang Berkaitan dengan Sampel
Dalam setiap penelitian, tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi permasalahan atau penyimpangan. Besarnya penyimpangan yang dapat ditoleransi dalam suatu penelitian, tergantung pada sifat penelitian itu sendiri. Ada penelitian yang dapat mentolerannsikan penyimpangan yang besar; sebaliknya ada juga penelitian yang menghendaki penyimpangan yang kecil, sebab penyimpangan yang besar dapat menimbulkan kesimpulan yang salah.
Dalam suatu penelitian, ada kemungkinan timbul dua macam penyimpangan, yaitu:
1. Penyimpangan karena Pemakaian Sampel (Sampling Error)
Seandainya tidak ada kesalahan pada pengamatan, satuan-satuan ukuran, definisi operasinal variabel, pengolahan data, dan sebagainya, maka perbedaan itu hanya disebabkan oleh pemakaian sampel. Mudah dimengerti bahwa semakin besar sampelnyang diambil, semakin kecil pula terjadi penyimpangan. Apabila sampel itu sudah sama besar dengan populasi, maka penyimpangan oleh pemakaian sampel pasti akan hilang.
2. Penyimpangan Bukan oleh Pemakaian Sampel (Non-Sampling Error)
Jenis penyimpangan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah:
•Penyimpangan karena kesalahan perencanaan. Misalnya karena tidak tepatnya definisi operasional variabel, kriteria satuan-satuan ukuran, dan sebagainya, memberikan peluang penyimpangan atau kesalahan pada hasil penelitian.
•Penyimpangan karena Penggantian Sampel. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara sampel yang diteliti dengan sampel yang ditetapkan. Misalnya, seseorang mahasiswa yang telah ditetapkan sebagai sampel tidak bisa dihubungi pada waktu akan diwawancarai atau diminta untuk mengisi kuesioner, lalu kita menggantinya dengan mahasiswa yang lain.
•Penyimpangan karena salah tafsir dari petugas pengumpulan data maupun responden, yang dapat menyebabkan jawaban yang diperoleh dari responden menyimpang dari yang sebenarnya.
•Penyimpangan karena salah tafsir responden. Biasanya disebabkan karena responden sudah lupa akan masalah yang ditanyakan.
•Penyimpangan karena responden sengaja salah dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat terjadi jika responden merasa curiga terhadap maksud dan tujuan penelitian, atau mungkin juga responden mempunyai maksud-maksud tertentu secara terselubung.
•Penyimpangan karena kesalahan pengolahan data, misalnya salah dalam menambahkan, mengalikan, dan sebagainya.
Sementara itu, masalah yang dihadapi dalam Pembuatan Kerangka Sampling, di antaranya adalah sebagai berikut:
•Blank Foreign Elements
Yakni jika data populasi yang diperoleh dari sesuatu sumber tidak sesuai dengan kenyataannya di lapangan, sehingga terjadi orang yang sudah terpilih sebagai sampel tidak ditemui di lapangan. Hal ini disebabkan mungkin karena pendataannya yang tidak akurat atau datanya sudah kadaluarsa.
•Incomplete Frame
Ketidaklengkapan kerangka sampling terjadi karena ada unsur populasi (orang) yang seharusnya masuk di dalamnya, justeru tidak tercatat.
•Cluster of Elements
Kerangka sampling yang kita miliki tidak selamanya sama dengan yang kita butuhkan. Misalnya, jika kita ingin meneliti pelajar sekolah dasar yang bertempat tinggal di Kota A, kita tidak akan memperoleh daftarnya, yang kita temukan hanyalah daftar nama sekolah dasar yang ada di Kota A.
Sumber :
http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/07/08/populasi-dan-teknik-sampling/
Langganan:
Postingan (Atom)